A.
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan
adalah tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah
Kabupaten/Kota.
Ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. Berdasarkan standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten
atau kota Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 741/MENKES/PER/VII/2008
dapat kita lihat jenis pelayanan beserta indikator kinerja dan target tahun
2010-2015.
BAB II
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN
Pasal
2
1)
Kabupaten/Kota
menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan.
2)
SPM Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta
indikator kinerja dan target Tahun 2010 – Tahun 2015:
a.
Pelayanan Kesehatan Dasar :
1.
Cakupan
kunjungan Ibu hamil K4 95 % pada Tahun 2015;
2. Cakupan
komplikasi kebidanan yang ditangani 80% pada Tahun 2015;
3. Cakupan
pertolongan persalinan oleh tenagakesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan
90% pada Tahun 2015;
4.
Cakupan
pelayanan nifas 90% pada Tahun 2015;
5. Cakupan
neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80% pada Tahun 2010;
6. Cakupan
kunjungan bayi 90%, pada Tahun 2010;
7. Cakupan
Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100% pada Tahun 2010;
8.
Cakupan
pelayanan anak balita 90% pada Tahun 2010;
9.
Cakupan
pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24 bulan keluarga miskin
100 % pada Tahun 2010;
10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100% pada
Tahun 2010;
11. Cakupan
Penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100 % pada Tahun 2010;
12. Cakupan peserta KB aktif 70% pada Tahun 2010;
13. Cakupan
penemuan dan penanganan penderita penyakit 100% pada Tahun 2010;
14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100%
pada Tahun 2015.
b.
Pelayanan Kesehatan Rujukan
1.
Cakupan
pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 100% pada Tahun 2015;
2.
Cakupan
pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di
Kabupaten/Kota 100 % pada Tahun 2015.
c.
Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa /KLB
Cakupan
Desa/ Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24
jam 100% pada Tahun 2015.
d.
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Cakupan Desa Siaga Aktif 80% pada Tahun 2015.
Pasal 3
Di luar jenis pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (2), Kabupaten/Kota tertentu wajib menyelenggarakan jenis pelayanan
sesuai kebutuhan, karakteristik, dan potensi daerah.
Berdasarkan SPM tersebut, bidan sebagai petugas kesehatan yang menjadi
ujung tombak keberhasilan penurunan AKI dan AKB melalui pemenuhan jenis dan
mutu pelayanan kesehatan masyarakat yang menjadi hak setiap warga negara secara
minimal.
Peran bidan dalam pelayanan kesehatan masyarakat ditemukan hanya pada bidan
yang bekerja dengan pemerintah di sarana pelayanan kesehatan masyarakat. Di
Indonesia bidan tersebut adalah bidan yang ditempatkan di dinas kesehatan,
puskesmas atau di desa. Bidan di desa merupakan tenaga kesehatan di bawah
pembinaan puskesmas.
B.
TUGAS POKOK DAN
FUNGSI BIDAN DI DESA
Surat Edaran
Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Nomor 278/BM/BKK/III/1994
tanggal 7 Maret 1994 tentang Tugas Pokok Bidan di Desa.
1.
Melaksanakan
pelayanan KIA, khususnya dalam mendukung pelayanan kesehatan ibu hamil,
bersalin, dan nifas; pelayanan kesehatan bayi dan anak balita, serta pelayanan
KB.
2.
Mengelola
program KIA di wilayah kerjanya dan memantau pelayanan KIA di wilayah desa
berdasarkan data riil sasaran, dengan menggunakan PWS-KIA.
3.
Meningkatkan
peran serta masyarakat dalam mendukung pelaksanaan pelayanan KIA, termasuk
pembinaan dukun bayi dan kader. Pembinaan wahana/forum peran serta masyarakat
yang terkait melalui pendekatan kepada pamong dan tokoh setempat.
Fungsi
bidan di desa
1. Memberikan
pelayanan kesehatan ibu.
2. Memberikan
pelayanan kesehatan balita.
3. Memberikan
pertolongan pertama atau pengobatan lanjutan pada kesakitan yang sering
ditemukan atau menjadi masalah kesehatan setempat terutama pada ibu, balita,
misalnya ISPA, diare, kecacingan, malaria di daerah endemis, pencegahan gondok
di daerah endemis, dll.
4. Mengelola
pelayanan KIA dan upaya pendukungnya yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian hasil.
5. Meningkatkan
peran serta masyarakat dalam mendukung pelaksanaan pelayanan KIA.
6. Membantu
sasaran/individu dan keluarganya untuk meningkatkan hidup sehat secara mandiri.
C.
WEWENANG
BIDAN DI DESA
Wewenang bidan
yang bekerja di desa sama dengan wewenang yang diberikan kepada bidan lainnya.
Hal ini diatur pada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/149/I/2010 Tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Pasal
8
Bidan
dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
a. Pelayanan
kebidanan
b. Pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan
c. Pelayanan
kesehatan masyarakat
Pasal
9
(1) Pelayanan
kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan
bayi.
(2) Pelayanan
kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa
kehamilan, masa persalinan, masa nifas, dan masa menyusui.
(3) Pelayanan
kebidanan kepada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi
baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan hari).
Pasal
10
(1) Pelayanan
kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi:
a. Penyuluhan
dan konseling;
b. Pemeriksaan
fisik;
c. Pelayanan
antenatal pada kehamilan normal;
d. Pertolongan
persalinan normal;
e. Pelayanan
ibu nifas normal;
(2) Pelayanan
kebidanan kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) meliputi:
a. Pemeriksaan
bayi baru lahir
b. Perawatan
tali pusat
c. Perawatan
bayi
d. Resusitasi
pada bayi baru lahir
e. Pemberian
imunisasi bayi dalam menjalankan tugas pemerintah; dan
f. Pemberian
penyuluhan
Pasal
11
Bidan
dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a
berwenang untuk:
a. Memberikan
imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah;
b. Bimbingan
senam hamil;
c. Episiotomi;
d. Penjahitan
luka episiotomi;
e. Kompresi
bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
f. Pencegahan
anemi;
g. Inisiasi
menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
h. Resusitasi
pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
i.
Penanganan hipotermi pada bayi baru
lahir dan segera merujuk;
j.
Pemberian minum dengan sonde/pipet;
k. Pemberian
obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala tiga;
l.
Pemberian surat keterangan lahir;
m. Pemberian
surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan.
Pasal 12
Bidan
dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf b, berwenang untuk:
a. Memberikan
alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka
menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b. Memasang
alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan
supervisi dokter;
c. Memberikan
penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi;
d. Melakukan
pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah; dan
e. Memberikan
konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan
prahamil.
Pasal 13
Bidan dalam memberikan pelayanan
kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, berwenang
untuk:
a.
melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan
bayi;
b.
melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan
c.
melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi
Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan
Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal
14
(1)
Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak
ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2)
Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter,
dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan
diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(3)
Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
(4)
Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter,
kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.
Tugas bidan desa berdasarkan hasil
survey dengan bidan Desa Cipanawar dan bidan Desa Cidahu kel. Cipageran kec. Cimahi utara Kota
cimahi.
1.
Melaksanakan
kegiatan KIA, Kesehatan Reproduksi, serta Kesehatan Masyarakat dan mengelola
program KIA/KB
2.
Melakukan program kesehatan masyarakat
yang di tetapkan oleh pihak Puskesmas, misalnya:
a.
Melakukan kegiatan pemantauan wilayah
setempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA)
b.
Menggerakkan peran serta masyarakat dengan
melaksanakan SMD dan MMD tiap 6 bulan sekali.
c.
Surveilans penyakit dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P2M)
untuk mengurangi insidens
penyakit menular sampai tingkat serendah-rendahnya
dan mencegah dan membatasi wabah
penyakit
dengan mencari
dan mendata penderita atau
tersangka penderita secara pasif untuk dilaporkan ke
Puskesmas.
d.
Melaksanakan Program Perencanaan
Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
e.
Pendataan gizi Kekurangan Energi Kronis
(KEK) pada ibu hamil dalam rangka usaha untuk peningkatan gizi dengan
memberikan kegiatan seperti penyuluhan gizi dan melaksanakan program perbaikan gizi yaitu program
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) di tiap-tiap RW berdasarkan laporan dari kader
atau ketua RW.
f.
Pendidikan
kesehatan masyarakat secara umum termasuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
g. Membina hubungan lintas sektor (Peran Liaison)
Bidan
bekerja sama dengan beberapa pejabat pemerintahan, aparat desa, dan tokoh
masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di desa.
1)
Sektor
pendidikan : bekerjasama dalam penyampaian/ penyuluhan tentang infeksi menular
seksual (IMS), kesehatan reproduksi, penyalahgunaan Narkotika
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) serta penyakit lainnya, dan PHBS ke berbagai sekolah-sekolah.
2)
Sektor
pertanian : bekerjasama dalam menangani permasalahan gizi buruk yang terjadi
pada wanita hamil agar tidak mengganggu persalinannya atau wanita usia
reproduksi dapat mempersiapkan kehamilan dan persalinan yang aman.
3)
Sektor
agama : bekerjasama dengan KUA dalam penyampaian tentang perencanaan keluarga
sehat misalnya tentang penggunaan KB terhadap pasangan usia subur yang akan
menikah atau melakukan imunisasi TT sebagai calon pengantin, penyuluhan pada
remaja tentang penididikan seks berdasarkan pandangan agama, etika, dan moral.
4)
Sektor
pemerintah daerah : bekerjasama dalam pengumpulan massa dalam menjalankan
kegiatan kesehatan lingkungan dengan membersihkan lingkungan secara
bersama-sama, melakukan advokasi kepada pemimpin wilayah untuk mengajak
masyarakatnya membentuk unit kesehatan masyarakat (UKM) seperti Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu), Pos Bersalin Desa (Polindes), dan Pos Binaan Terpadu
(Posbindu), Tabulin, Dasolin.
5)
Bekerjasama
dengan melakukan pendekatan pada tokoh masyarakat dalam usaha mengurangi praktik
tradisional yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan anak.
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan yang dilakukan secara
periodik (setiap bulan, triwulan, enam bulan dan tahunan) ke Puskesmas.
1) PENCATATAN
Pencatatan dilakukan di berbagai jenjang dan
dilaksanakan oleh kader dan tenaga kesehatan dengan menggunakan format baku
yang telah ada.
Di
Desa :
a) Kader/Dasa
Wisma: melaksanakan pencatatan pada saat atau segera setelah selesai kegiatan,
yakni pada :
·
Buku KIA/KMS
·
Format
1 sampai dengan 5 pada Sistem Informasi Posyandu (SIP)
·
Formulir Waspada
b) Fasilitator
Masyarakat
·
Rencana dan hasil kegiatan
·
Peta Waspada
c) Petugas
Kesehatan di Desa
·
Rencana, dan laporan kegiatan
·
Kartu rekam medis
·
Buku KIA
·
Kohort
2) PELAPORAN
Kader melaporkan dengan segera kepada
petugas kesehatan (bidan desa) atau aparat desa di desa formulir waspada
terutama bila menemukan masalah kesehatan, lingkungan, dan perilaku masyarakat yang berisiko
menyebabkan bencana/KLB dan kegawat daruratan.
3.
Pelatihan
kader
dan dukun bayi
Bidan
desa melatih dan membimbing para kader posyandu di tiap-tiap RW dalam pengisian
KMS, pendidikan kesehatan tentang PHBS, penyakit yang sering diderita bayi dan
balita, seperti diare dan batuk, kesehatan reproduksi, dan pelaksanaan survey
mawas diri. Dukun bayi biasanya membantu ibu masa nifas.
Menjalin
kemitraan dengan dukun bayi atau paraji. Dengan demikian, persalinan bisa memenuhi persyaratan sterilitas dan aman.
Dalam hal ini, dukun bayi atau paraji menjadi asisten bidan. Merangkul para dukun bayi atau paraji agar mau menjalin kerjasama
dengan bidan dalam memberikan pertolongan persalinan sehingga jika terjadi
komplikasi saat bersalin dapat dilakukan tindakan segera.
Selain itu di desa Cipanawar, biasanya dukun bayi ini membantu merawat bayi baru
lahir, memandikan bayi, dan melakukan pijat bayi. Dalam
hal ini, tugas bidan adalah melatih dukun bayi tentang tata cara memandikan
bayi, mengenalkan pijat bayi yang sesuai dengan usia bayi agar dukun bayi
memijat dengan benar dan bayi tidak kesakitan.
4.
Melakukan skrining dan deteksi dini pada
wanita usia subur berkenaan dengan penyakit kanker payudara dan kanker serviks,
serta skiring dan deteksi dini pada balita melalui pelaksanaan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS).
D. MENJALANKAN
TUGAS TAMBAHAN YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK.
Dalam
menjalankan tugas tambahan yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak, seorang
bidan harus mengacu pada kewenangannya yang tertera dalam Peraturan Menteri
Kesehatan.
1.
Melaksanakan
program kesehatan masyarakat berdasarkan kebijakan Puskesmas
A.
Program
Perencanaan
dan Pencegahan Komplikasi
(P4K)
Masalah
kesehatan ibu dan anak (KIA) menjadi perhatian khusus dalam setiap pelayanan
kesehatan khususnya di Puskesmas. Program Perencanaan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) dengan stiker merupakan upaya terobosan percepatan penurunan angka
kematian ibu, yang menjadi salah satu kegiatan Desa Siaga.
Terlaksananya
pemasangan stiker P4K ini memiliki banyak tujuan dan manfaat, terutama untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu, sehingga setiap ibu dapat menjalani
proses persalinan yang aman dan selamat.
Tujuan
P4K dengan stiker :
1. Terdatanya
sasaran ibu hamil dan terpasangnya stiker P4K di rumah ibu hamil agar diketahui:
a. Lokasi
tempat tinggal ibu hamil
b. Identitas
ibu hamil
c. Taksiran
persalinan
d. Penolong
persalinan, pendamping persalinan dan fasilitas tempat persalinan
e. Calon
donor darah, transportasi yang akan digunakan serta pembiayaannya
2. Adanya
Perencanaan Persalinan termasuk pemakaian metode KB pasca melahirkan yang
sesuai dan disepakati ibu hamil, suami, keluarga dan bidan.
3. Terlaksananya
pengambilan keputusan yang cepat dan tepat bila terjadi komplikasi selama
kehamilan, persalinan dan nifas.
4. Adanya
hubungan dari tokoh masyarakat, kader dan dukun.
Manfaat
P4K dengan stiker :
1. Mempercepat
berfungsinya desa siaga
2. Meningkatnya
cakupan pelayanan ANC sesuai standar
3. Meningkatnya
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil.
4. Meningkatnya
kemitraan bidan dan dukun
5. Tertanganinya
kejadian komplikasi secara dini
6. Meningkatnya
peserta KB pasca melahirkan
7. Terpantaunya
kesakitan dan kematian ibu dan bayi
8. Menurunnya
kejadian kesakitan dan kematian ibu.
Pelaksanaan P4K
Di
tingkat desa :
1. Memanfaatkan
pertemuan bulanan tingkat desa antara bidan desa, kader, dukun, kepala desa,
tokoh masyarakat untuk mendata jumlah ibu hamil yang ada di wilayah desa serta
membahas dan menyepakati calon donor darah, transport dan pembiayaan (asuransi
kesehatan masyarakat miskin, tabungan ibu bersalin).
2. Bidan
di desa bersama kader dan/atau dukun melakukan kontak dengan ibu hamil, suami
dan keluarga untuk sepakat dalam pengisian stiker termasuk pemakaian KB pasca
salin.
3. Pemasangan
stiker di rumah.
4. Suami,
keluarga, kader dan dukun memantau secara intensif keadaan ibu hamil untuk
mendapatkan pelayanan sesuai standar.
5. Bidan
melakukan pencatatan pada buku KIA sebagai pegangan ibu hamil dan di kartu
kohort ibu untuk disimpan di polindes/puskesmas, memberikan pelayanan dan
memantau ibu hamil serta melaporkan hasil pelayanan kesehatan ibu di wilayah
desa (termasuk laporan dari dokter dan bidan praktek swasta di desa tersebut)
ke puskesmas setiap bulan termasuk laporan kematian ibu, bayi lahir hidup dan
bayi lahir mati.
Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan P4K, maka dibentuk
wadah forum
komunikasi yang bersifat lintas program dan lintas sektor di berbagai tingkatan dan melibatkan masyarakat setempat.
komunikasi yang bersifat lintas program dan lintas sektor di berbagai tingkatan dan melibatkan masyarakat setempat.
B.
Tabulin
dan Dasolin
·
Tabulin adalah
tabungan yang dipersiapkan untuk persalinan yang dilakukan pada pasangan suami
istri sedang Dasolin merencanakan dalam kehamilannya.
·
Dasolin
adalah dana sosial untuk biaya persalinan yang dihimpun oleh masyarakat dan
untuk masyarakat wilayah tersebut. Tabulin atau Dasolin merupakan wujud dari
pembiayaan kesehatan.
·
Pembiayaan
Kesehatan adalah upaya pembiayaan yang berasal dari oleh dan untuk masyarakat
yang diselenggarakan berdasarkan atas gotong royong dalam rangka peningkatan
kesehatan (meliputi promotif, preventif, koratif, rehabilitatif)dan berbagai
kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan bencana dan kegawat daruratan
kesehatan secara faktor resiko.
Langkah-langkah
perlu diperhatikan :
b.
Pengalokasian /
pemanfaatan pembiayaan kesehatan
c.
Identifikasi
sumber dana yang sudah ada dan yang akan dikembangkan
d.
Cara pengelolaan
dan pembelajaran perlu kejelasan dalam hal mekanisme pengumpulan dana,
kesempatan pengelolaan dan sistem kontrak.
e.
Kesiapan
keluarga dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan kesehatan yang
telah dan akan dikembangkan
Indikator
keberhasilan pembiayaan kesehatan
a.
Dana terhimpun,
masyarakat yang berpartisipasi dalam pembiayaan kesehatan masyarakat
b.
Pengalokasian
tepat sasaran sesuai berbagai kebutuhan kesehatan (promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif)
c.
Pengelolaan dan
pemanfaatan tertib, mudah, lancar
d.
Berkesinambungan
kegiatan
Tabulin
atau tabungan ibu bersalin merupakan bagian dari program yang ada, dimana
Ikatan Bidan Indonesia (IBI) selaku mitra Depkes dan BKKBN turut membina
masyarakat untuk sosialisasi program ini. Selain itu untuk biaya melahirkan,
Tabulin juga bisa dipakai sebagai penunjang biaya pasca persalinan. Beragam
penyuluhan yang menjadi program penting dalam siaga ini, karena dalam
penyuluhan warga selalu diingatkan akan biaya kehamilan akan 3 terlambat, yaitu
terlambat mengenai tanda bahaya diawal, terlambat sampai RS dan terlambat
mendapat pertolongan bidan / dokter. Juga bahaya 4 terlalu yaitu : terlalu
sering, terlalu muda, terlalu tua,terlalu banyak. Yang merupakan faktor resiko
terjadinya komplikasi persalinan.
Sebelum
ada desa siaga sudah dimulai dengan tabungan Ibu bersalin (Tabulin). Jadi kita
menerangkan ke Ibu hamil dan keluarganya, meskipun kaya. Justru orang kaya
tersebut memberikan contoh kepada orang-orang yang tidak mampu untuk menabung.
Dan Ibu hamil di berikan buku yang dibawa setiap pemeriksaan.
Mekanisme Tabulin
Tabungan
itu terbentuk berdasarkan Rw. atau Posyandu. Bila posyandunya empat, maka
tabungannya ada empat didesa itu. Sedankan Dasolin (Dana Sosial / Bersalin)
mekanismenya yaitu, masyarakatyg pasang usia subur juga Ibu yang mempunyai
balita dianjurkan menabung, yang kegunaannya untuk membantu ibu saat hamil
lagi.
Adapun
manfaat dari tabulin antara lain :
·
Sebagai tabungan
/ simpanan itu yang digunakan untuk biaya persalinan atau sesudah persalinan
·
Ibu
dan keluarga tidak merasa terbebani terhadap biaya persalinan.
C.
Keluarga Sadar
Gizi (KADARZI)
KADARZI
adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi
setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku
gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan:
1) Menimbang
berat badan secara teratur.
2) Memberikan
Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampaI umur enam bulan (ASI
eksklusif).
3) Makan
beraneka ragam.
4) Menggunakan
garam beryodium.
5) Minum
suplemen gizi sesuai anjuran
Strategi Promosi
KADARZI
Strategi dasar
KADARZI adalah pemberdayaan keluarga dan masyarakat,Bina Suasana dan Advokasi
yang didukung oleh Kemitraan. Berikut adalah penjelasan masing-masing strategi,
yaitu:
1. Gerakan
Pemberdayaan Masyarakat
Adalah
proses pemberian informasi KADARZI secara terus menerus dan berkesinambungan
mengikuti perkembangan sasaran di berbagai tatanan, serta proses membantu
sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar
gizi, dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku
sadar gizi. Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah individu, keluarga dan
kelompok masyarakat.
2. Bina
Suasana
Adalah
upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu,
keluarga dan kelompok masyarakat untuk mau melakukan perilaku KADARZI.
Seseorang akan terdorong untuk melakukan perilaku sadar gizi apabila lingkungan
sosial dimana dia berada (keluarga di rumah, orang-orang menjadi panutan,
idolanya, majelis agama, dan lain-lain) memiliki opini yang positif terhadap
perilaku sadar gizi. Bina suasana perlu dilakukan karena akan mendukung proses
pemberdayaaan masyarakat khususnya dalam upaya mengajak para individu dan
keluarga dalam penerapan perilaku sadar gizi.
3. Advokasi
Adalah
upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Advokasi diarahkan untuk
menghasilkan kebijakan yang mendukung peningkatan penerapan KADARZI. Kebijakan
publik di sini dapat mencakup peraturan perundangan di tingkat nasional maupun kebijakan
di daerah seperti Peraturan Daerah (PERDA), Surat Keputusan Gubernur,
Bupati/Walikota, Peraturan Desa dan lain sebagainya.
4. Kemitraan
Gerakan
pemberdayaan, bina suasana dan advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan
dengan dukungan kemitraan. Kemitraan KADARZI adalah suatu kerja sama yang
formal antara individu-individu,kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi
untuk mencapai peningkatan KADARZI. Kemitraan KADARZI berlandaskan pada 3
prinsip dasar yaitu: Kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan antarmitra.
Tahapan Program
KADARZI
1. Tahun
Pertama dan Kedua
- Pesan
utama : Pengenalan KADARZI dengan fokus pesan pada pemberian ASI Eksklusif
dan menimbang berat badan secara teratur.
- Pesan
tambahan : 3 Perilaku KADARZI lainnya.
- Keuntungan
dalam pesan:
a. Manfaat
ASI bagi kesehatan Ibu dan Anak.
b. Manfaat
ASI untuk membangun kedekatan dan jalinan kasih saying ibu dan anak.
c. Pemberian
ASI yang memiliki dasar agama.
d. Pengakuan
sosial untuk Ayah yang memastikan ASI.
e. Menimbang
bayi dan balita sebagai perilaku mudah dan bermanfaat.
f. Pengakuan
sosial pada Ibu yang menimbang bayi dan balita sebagai ibu yang penuh
perhatian.
2. Tahun
Ketiga
- Pesan
utama : Makan aneka ragam makanan.
- Pesan
tambahan : 4 Perilaku KADARZI lainnya.
- Keuntungan
dalam pesan:
a. Manfaat
makan aneka ragam makanan bagi kesehatan.
b. Menunjukkan
bahwa makan beranekaragam tidak berarti mahal
c. Pengakuan
sosial bagi keluarga yang bisa menyediakan makanan beraneka ragam.
3. Tahun
Keempat
- Pesan
utama : Konsumsi Garam Beryodium.
- Pesan
tambahan : 4 Perilaku KADARZI lainnya.
- Keuntungan
dalam pesan:
a. Manfaat
yodium untuk kesehatan.
b. Manfaat
yodium bagi kecerdasan anak.
c. Perlunya
konsumen untuk memeriksa keaslian garam beryodium.
d. Perlunya
pedagang eceran untuk memeriksa keaslian garam beryodium.
4. Tahun
Kelima
- Pesan
utama : Minum suplemen gizi (Tablet Tambah Darah, Kapsul Vitamin A)
- Pesan
tambahan : 4 perilaku KADARZI lainnya.
- Keuntungan
dalam pesan:
a. Manfaat
suplemen gizi bagi kesehatan.
b. Kapan
saja waktu membutuhkan suplemen gizi.
Saluran Pesan
a. Media
massa: televisi, radio, koran/majalah/tabloid dan film.
b. Media
cetak: billboard, baliho, spanduk, umbul-umbul atau poster.
c. Kegiatan
Hubungan Masyarakat (Public Relations), seperti:
•
Rekrutmen champion KADARZI dari kalangan
selebritis dan tokoh nasional.
•
Soft dan
grand launching Promosi KADARZI.
•
Fasilitasi penyediaan akses ke media
untuk champion KADARZI.
•
Penyelenggaraan rangkaian event.
2.
Pelayanan
kesehatan pada wanita sepanjang daur kehidupannya.
Perempuan mempunyai
kebutuhan khusus dibandingkan laki-laki karena kodratnya untuk haid, hamil,
melahirkan, menyusui, dan mengalami menopause, sehingga memerlukan pemeliharaan
kesehatan yang lebih intensif selama hidupnya.
Ini berarti bahwa pada masa-masa kritis, seperti pada saat kehamilan,
terutama sekitar persalinan, diperlukan perhatian khusus terhadap perempuan.
Skrining dan
deteksi dini pada wanita usia reproduksi
Skrining kesehatan reproduksi sangat bermanfaat
bagi wanita hamil maupun tidak hamil. Organ reproduksi memegang peran penting
dalam proses kelanjutan keturunan ataupun tumbuh kembang janin. Organ
reproduksi tumbuh dari bawah hingga atas, terdiri atas vagina, leher rahim,
uterus, tuba fallopi (saluran telur) dan indung telur. Semua organ reproduksi
ini harus dalam keadaan sehat dan bersih. Bukan hanya untuk mempersiapkan janin
yang sehat, tetapi juga agar terhindar dari penyakit-penyakit yang mengancam
organ-organ reproduksi misalnya kanker leher rahim. Ada beberapa skrening dan
deteksi dini pada wanita usia reproduksi yaitu:
1. Skrining dan Deteksi Dini Kanker payudara
Kejadian kanker payudara menduduki posisi kedua
terbanyak di dunia. Menurut WHO, 8 – 9 % wanita usia reproduksi akan mengalami
kanker payudara. Faktor-faktor yang berpengaruh terjadinya kanker payudara
antara lain :
- Gaya hidup
- Genetik yang diyakini
dapat menyebabkan seseorang beresiko lebih tinggi terkena kanker
- Bahan-bahan kimiawi dalam
makanan
- Terpapar polusi
- Kurang berolahraga
Remaja sangat rentan terkena resiko tumor pada
payudara, biasa disebut dengan Fibro Adenoma Mama (FAM). Oleh karena itu,
sebagai bidan kita harus mampu melakukan deteksi dini dan skrining kanker
payudara.
Deteksi dini yang dapat kita lakukan adalah
dengan memberikan penyuluhan pada wanita usia subur dan kampanye untuk dapat
memberikan wawasan mengenai bahaya kanker payudara, serta penyuluhan tentang
deteksi dini kanker payudara dengan teknik Periksa Payudara Sendiri (SADARI). Deteksi dini dapat menekan angka kematian sebesar 25 –
30%.
Tindakan SADARI sangat penting karena hampir 85% benjolan di payudara
ditemukan oleh penderita sendiri. Pada wanita normal, American Cancer Society
menganjurkan wanita yang berusia di atas 20 tahun untuk melakukan SADARI setiap
tiga bulan.
Sedangkan skrining kanker payudara dapat
dilakukan dengan pemeriksaan klinik dan Mammografi. Skrining ini disarankan pada wanita usia 35–40 tahun
melakukan mamografi, di atas 40 tahun melakukan check up pada dokter ahli,
lebih dari 50 tahun check up rutin dan mamografi setiap tahun, dan bagi wanita
yang berisiko tinggi pemeriksaan dokter lebih sering dan rutin.
SADARI
(Periksa payudara Sendiri atau Breast Self Exam-ination). Semua wanita di atas
usia 20 tahun sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan sehabis menstruasi dan
segera periksakan diri ke dokter bila ditemukan benjolan.
Asuhan kebidanan
- Mendeteksi kemungkinan munculnya penyakit ini dan
kemudian melakukan rujukan jika diperlukan dan apabila bidan mencurigai
adanya neoplasma, klien akan menjalani beberapa langkah awal diagnostik.
Setiap massa yang dicurigai atau yang tidak teridentifikasi membutuhkan
pengkajian lanjutan dan terapi yang sesuai.
- Menganjurkan untuk melakukan SADARI. Waktu terbaik
untuk melakukan SADARI adalah pada hari terakhir menstruasi, pada saat
payudara tidak lagi membengkak atau nyeri tekan karena peningkatan hormon.
Jika wanita tersebut sudah menopause, ia harus memeriksa payudaranya pada
waktu yang sama setiap bulannya. Wanita hamil juga harus memeriksak
payudaranya setiap bulan.
- Memberikan support fisik maupun psikologis pada ibu.
- Melakukan kolaborasi dengan dokter.
- Melakukan rujukan ke RS untuk penanganan lebih
lanjut.
2.
Skrining dan Deteksi Dini Ca. Cerviks dengan IVA Test
Kanker leher rahim
atau kanker serviks merupakan kanker yang paling sering terjadi pada wanita
setelah kanker payudara. Di Indonesia insiden kanker servik pada tahun 1998
sebanyak 3.686 kasus atau sekitar 17,85 % dari semua kasus kejadian kanker pada
wanita.
Untuk mendeteksi kanker servik pada
stadium dini, dapat dilakukan melalui pemeriksaan . pap smear
atau dengan metode IVA test.
Pemeriksaan IVA diperkenalkan Hinselman 1925.
Organisasi Kesehatan Dunia WHO meneliti IVA di India, Muangthai, dan Zimbabwe.
Ternyata efektivitasnya tidak lebih rendah daripada tes Pap. Di Indonesia IVA
sedang dikembangkan dengan melatih tenaga kesehatan, termasuk bidan. Banyaknya
kasus kanker serviks di Indonesia semakin diperparah disebabkan lebih dari 70%
kasus yang datang ke rumah sakit berada pada stadium lanjut. Beberapa negara
maju telah berhasil menekan jumlah kasus kanker serviks, baik jumlah maupun
stadiumnya. Pencapaian tersebut terutama berkat adanya program skrining massal
antara lain dengan Tes Pap. Namun di Indonesia kebijakan penerapan program
skrining kanker serviks kiranya masih tersangkut dengan banyak kendala, antara
lain luasnya wilayah dan juga kurangnya sumber daya manusia sebagai pelaku
skrining, khususnya kurangnya tenaga ahli patologi anatomik/sistologi dan
stafnya, teknisi sitologi/skriner. Pengobatan kanker serviks pada stadium lebih
dini, hasilnya lebih baik, mortalitas akan menurun, dengan masalah yang begitu
kompleks, timbul gagasan untuk melakukan skrining kanker serviks dengan metode
yang lebih sederhana, antara lain yaitu dengan IVA (Inspeksi Visual
dengan Asam Asetat).
IVA adalah pemeriksaan skrining kanker
serviks dengan cara inspeksi visual pada serviks dengan aplikasi asam asetat
(IVA). Dengan metode inspeksi visual yang lebih mudah, lebih sederhana, lebih
mampu laksana, maka skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas,
diharapkan temuan kanker serviks dini akan bisa lebih banyak. Kanker serviks
mengenal stadium pra-kanker yang dapat ditemukan dengan skrining sitologi yang
relatif murah, tidak sakit, cukup akurat; dan dengan bantuan kolposkopi,
stadium ini dapat diobati dengan cara-cara konservatif seperti krioterapi,
kauterisasi atau sinar laser, dengan memperhatikan fungsi reproduksi.
Sistem kesehatan di seluruh dunia
berbeda-beda, namun perencanaan skrining harus sejalan dengan pelayanan
kesehatan lainnya dan dengan kerjasama antar program. Idealnya program skrining
merupakan bagian dari pelayanan kesehatan kanker yang dikembangkan dalam struktur
pelayanan kesehatan umum.
Di semua negara tempat program ini telah
dilaksanakan 20 tahun atau lebih, angka kejadian kanker serviks dan angka
kematian karenanya turun sampai 50-60%. Tidak dapat disangkal bahwa sejak
dilakukan skrining massal terdapat peningkatan yang nyata dalam penentuan lesi
prakanker serviks, sehingga dapat menurunkan insidens kanker serviks. Meskipun
telah sukses mendeteksi sejumlah besar lesi prakanker, namun sebagian program
yang dijalankan belum dapat dikatakan berhasil.
Hasil yang kurang memadai agaknya disebabkan
beberapa faktor, antara lain tidak tercakupnya golongan wanita yang mempunyai
risiko (high risk group) dan teknik
pengambilan sampel untuk pemeriksaan sitologi yang salah.
Pemecahan masalah yang menyangkut golongan
wanita dengan risiko tinggi dan teknik pengambilan sampel, berkaitan dengan
strategi program skrining, serta peningkatan kemampuan laboratorium. Pengadaan
laboratorium sentral sangat bermanfaat untuk pengendalian kualitas (quality
control) terhadap pemeriksaan sitologi. Masalah lain dalam usaha skrining
kanker serviks ialah keengganan wanita diperiksa karena malu.
Penyebab lain ialah kerepotan, keraguan akan
pentingnya pemeriksaan, kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan,
takut terhadap kenyataan hasil pemeriksaan yang akan dihadapi, ketakutan merasa
sakit pada pemeriksaan, rasa segan diperiksa oleh dokter pria atau pun bidan
dan kurangnya dorongan keluarga terutama suami.
Banyak masalah yang berkaitan dengan pasien
dapat dihilangkan melalui pendidikan terhadap pasien dan hubungan yang baik
antara dokter/bidan. Di samping itu, inovasi skrining kanker serviks dalam
pelayanan kesehatan masyarakat dapat dilakukan bersamaan. Interval pemeriksaan
sitologi (screening interval)
merupakan hal lain yang penting dalam metode skrining. Strategi program
skrining kanker serviks harus memperhatikan golongan usia yang paling terancam
(high risk group), perjalanan alamiah penyakit
(natural history) dan sensitivitas tes Pap. The American
Cancer Society menyarankan pemeriksaan ini
dilakukan rutin pada wanita yang tidak menunjukkan gejala, sejak usia 20 tahun
atau lebih, atau kurang dari 20 tahun bila secara seksual sudah aktif.
Pemeriksaan dilakukan 2 kali berturut-turut dan bila negatif, pemeriksaan
berikutnya paling sedikit setiap 3 tahun sampai berusia 65 tahun. Pada wanita
risiko tinggi atau pernah mendapat hasil abnormal harus diperiksa setiap tahun.
Frekuensi yang lebih sering tidak menambah faedah.
Kanker Leher Rahim merupakan jenis kanker
yang paling banyak terjadi pada perempuan. Terdapat paling banyak pada
perempuan berusia 31-60 tahun. Banyak menyebabkan kematian karena terlambat
ditemukan & diobati.
Gejala Kanker Leher Rahim
1. Tahap awal tanpa gejala,tidak sakit
2. Tahap lanjut :
a. Keputihan yang berbau
b. Pendarahan dari liang senggama
c. Pendarahan setelah senggama
d. Nyeri panggul
e. Pendarahan pasca menopause
Faktor risiko kanker leher rahim :
a. Hubungan seksual pada usia muda
b. Berganti-ganti pasangan seksual
c. Kurang menjaga kebersihan daerah kelamin
d. Sering menderita infeksi daerah kelamin
e. Anak lebih dari tiga
f. Kebiasaan merokok
g. Infeksi virus Herpes dan Human Papilloma
Virus tipe tertentu
Dengan begitu banyaknya angka kejadian kanker
serviks, sepatutnya bidan sebagai tenaga kesehatan terdepan dalam kesehatan
wanita, ikut serta dalam menurunkan angka kejadian kanker serviks dengan metode
yang sederhana yaitu IVA tes.
Metode Skrining IVA Test
Kelebihan IVA Test :
1.
Mudah, praktis dan sangat
mampu laksana.
2.
Butuh bahan dan alat yang
sederhana dan murah
3.
Sensivitas dan spesifikasitas
cukup tinggi
4.
Dapat dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat
pemeriksaan kesehatan ibu atau dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
5.
Alat-alat yang dibutuhkan dan
Teknik pemeriksaan sangat sederhana.
6.
Metode skrining IVA sesuai
untuk pusat pelayanan sederhana
Persyaratan IVA TEST :
1.
Sudah pernah melakukan
hubungan seksual
2.
Tidak sedang datang bulan/haid
3.
Tidak sedang hamil
4.
24 jam sebelumnya tidak
melakukan hubungan seksual
Pelaksanaan skrining IVA
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat
sebagai berikut:
1. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
2. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi
litotomi.
3. Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks
4. Spekulum vagina
5. Asam asetat (3-5%)
6. Swab-lidi berkapas
7. Sarung tangan
Teknik IVA Dengan spekulum melihat serviks
yang dipulas dengan asam asetat 3-5%. Pada lesi prakanker akan menampilkan
warna bercak putih yang disebut aceto white epithelum Dengan tampilnya porsio
dan bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif, sebagai tindak lanjut
dapat dilakukan biopsi. Andaikata penemuan tes IVA positif oleh bidan, maka di
beberapa negara bidan tersebut dapat langsung melakukan terapi dengan
cryosergury. Hal ini tentu mengandung
kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan lesi invasif.
Kategori pemeriksaan IVA Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan,
salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
1.
IVA negatif = Serviks normal
2. IVA radang = Serviks dengan
radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).
3.
IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white
epithelium) pada sambungan skuamosa kolumner (SSK). Kelompok ini yang menjadi
sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini
mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau
kanker serviks in situ).
4. IVA-Kanker serviks
Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks,
masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila
ditemukan masih pada stadium invasif dini.
3. Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang digagas oleh WHO dan UNICEF
untuk menyiapkan petugas kesehatan melakukan penilaian, membuat klasifikasi
serta memberikan tindakan kepada anak terhadap penyakit-penyakit yang umumnya
mengancam jiwa. MTBS bertujuan untuk meningkatkan keterampilan petugas,
memperkuat sistem kesehatan serta meningkatkan kemampuan perawatan oleh
keluarga dan masyarakat yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1999. MTBS
dalam kegiatan di lapangan khususnya di Puskesmas merupakan suatu sistem yang
mempermudah pelayanan serta meningkatkan mutu pelayanan. MTBS merupakan suatu
sistem, yang terdiri dari :
1.
Input
Balita sakit datang bersama keluarga diberikan status
pengobatan dan formulir MTBS. Tempat dan petugas : Loket, petugas
kartu
2.
Proses
a.
Balita
sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS.
b.
Memeriksa
berat dan suhu badan.
c.
Apabila
batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan dinding dada dan mendengar
stridor.
d.
Apabila
diare selalu memeriksa kesadaran balita, mata cekung, memberi minum anak untuk
melihat apakah tidak bias minum atau malas dan mencubit kulit perut untuk
memeriksa turgor.
e.
Selalu
memeriksa status gizi, status imunisasi dan pemberian kapsul Vitamin A. Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case
manager (Bidan yang telah dilatih MTBS)
3.
Output
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian terapi dan konseling berupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang, nasehat kapan harus kembali segera. Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan, imunisasi, Konseling cara perawatan di rumah. Rujukan diperlukan jika keadaan balita sakit membutuhkan rujukan. Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS).
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian terapi dan konseling berupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang, nasehat kapan harus kembali segera. Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan, imunisasi, Konseling cara perawatan di rumah. Rujukan diperlukan jika keadaan balita sakit membutuhkan rujukan. Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS).
Pemeriksaan balita
sakit ditangani oleh tim yang dipimpin oleh pengelola MTBS yang berfungsi
sebagai case manager. Pemilihan case manager oleh pimpinan Puskesmas
berdasarkan pertimbangan pernah mengikuti pelatihan dan sanggup untuk mengelola
MTBS. Dalam Keseharian pengelola bertanggung jawab kepada coordinator KIA Puskesmas.
Case manager bertanggung jawab melakukan pemeriksaan dari penilaian, membuat
klasifikasi, mengambil tindakan serta melakukan konseling dengan dipandu buku
bagan dan tercatat dalam formulir pemeriksaan.
Case manager
bertanggung jawab mengelola kasus balita sakit apabila memerlukan konseling
gizi, kesehatan lingkungan, serta imunisasi, petugas dapat meminta petugas yang
bersangkutan muntuk memberikan konseling. Sesudah mendapatkan konseling maka
dilakukan penulisan resep serta penjelasan agar pengantar mematuhi perintah
yang diberikan dalam pengobatan di rumah. Konseling mengenai cara pemberian
obat, dosis, lama pemberian, waktu pemberian, cara pemberian dan lain-lain
menjadi hal yang rutin dilakukan. Hasil kegiatan pemeriksaan dicatat dalam
register kunjungan, kemudian direkap setiap akhir bulan untuk laporan MTBS
kepada Dinkes.
Adanya tim sangat mendukung praktik MTBS. Tim yang dipimpin oleh seorang
case manager apabila menemukan masalah maka mengkonsulatasikannya kepada
koordinator KIA yang selanjutnya dikonsultasikan kepada pimpinan Puskesmas.
Dalam hal konseling case manager mendistribusikan tugas pada petugas yang
berhubungan dengan masalah konseling yang dilakukan. Kejelasan tugas dalam
pembagian kerja menyebabkan penanganan kasus lebih efektif. Selain itu adanya
fleksibelitas dalam tim memungkinkan petugas lain juga diharapkan mampu
memberikan konseling lain apabila petugas yang bersangkutan tidak ada sehingga
praktik MTBS tetap berjalan.
Pemberian konseling menjadi unggulan dan sekaligus pembeda dengan pelayanan
balita sakit tanpa melakukan praktik MTBS. Dengan pemberian konseling
diharapkan pengantar atau ibu pasien mengerti penyakit yang diderita, cara
penanganan di rumah, memperhatikan perkembangan penyakit anaknya sehingga mampu
mengenali kapan harus segera membawa anaknya ke petugas kesehatan serta
diharapkan memperhatikan tumbuh kembang anak dengan cara memberikan makanan
sesuai umurnya. Semua pesan tersebut tercermin dalam Kartu Nasihat Ibu (KNI)
yang biasanya diberikan setelah ibu atau pengantar balita sakit mendapatkan
konseling ini untuk menjadi pengingat pesan-pesan yang disampaikan serta pengingat
cara perawatan di rumah.
Keterpaduan pelayanan yang dilakukan praktik MTBS menunjukan suatu kerja
tim yang kompak dan fleksibel dengan dipandu buku panduan atau formulir MTBS
menggambarkan bahwa MTBS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar