Jumat, 31 Mei 2013

TUGAS TAMBAHAN YANG TERKAIT DENGAN KIA SESUAI DENGAN STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN

A.    STANDAR PELAYANAN MINIMAL
Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan adalah tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten/Kota.
Ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Berdasarkan standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten atau kota Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 dapat kita lihat jenis pelayanan beserta indikator kinerja dan target tahun 2010-2015.
BAB II
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN

Pasal 2
1)      Kabupaten/Kota menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan.
2)       SPM Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta indikator kinerja dan target Tahun 2010 – Tahun 2015:
a.    Pelayanan Kesehatan Dasar :
1.      Cakupan kunjungan Ibu hamil K4 95 % pada Tahun 2015;
2.      Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80% pada Tahun 2015;
3.      Cakupan pertolongan persalinan oleh tenagakesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90% pada Tahun 2015;
4.      Cakupan pelayanan nifas 90% pada Tahun 2015;
5.      Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80% pada Tahun 2010;
6.      Cakupan kunjungan bayi 90%, pada Tahun 2010;
7.      Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100% pada Tahun 2010;
8.      Cakupan pelayanan anak balita 90% pada Tahun 2010;
9.      Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24 bulan keluarga miskin 100 % pada Tahun 2010;
10.  Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100% pada Tahun 2010;
11.  Cakupan Penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100 % pada Tahun 2010;
12.  Cakupan peserta KB aktif 70% pada Tahun 2010;
13.  Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100% pada Tahun 2010;
14.  Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100% pada Tahun 2015.

b.    Pelayanan Kesehatan Rujukan
1.      Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 100% pada Tahun 2015;
2.      Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota 100 % pada Tahun 2015.
c.    Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa /KLB
Cakupan Desa/ Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam 100% pada Tahun 2015.
d.     Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Cakupan Desa Siaga Aktif 80% pada Tahun 2015.

Pasal 3
Di luar jenis pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Kabupaten/Kota tertentu wajib menyelenggarakan jenis pelayanan sesuai kebutuhan, karakteristik, dan potensi daerah.

Berdasarkan SPM tersebut, bidan sebagai petugas kesehatan yang menjadi ujung tombak keberhasilan penurunan AKI dan AKB melalui pemenuhan jenis dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat yang menjadi hak setiap warga negara secara minimal.
Peran bidan dalam pelayanan kesehatan masyarakat ditemukan hanya pada bidan yang bekerja dengan pemerintah di sarana pelayanan kesehatan masyarakat. Di Indonesia bidan tersebut adalah bidan yang ditempatkan di dinas kesehatan, puskesmas atau di desa. Bidan di desa merupakan tenaga kesehatan di bawah pembinaan puskesmas.


B.     TUGAS POKOK  DAN FUNGSI BIDAN DI DESA
Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Nomor 278/BM/BKK/III/1994 tanggal 7 Maret 1994 tentang Tugas Pokok Bidan di Desa.
1.      Melaksanakan pelayanan KIA, khususnya dalam mendukung pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, dan nifas; pelayanan kesehatan bayi dan anak balita, serta pelayanan KB.
2.      Mengelola program KIA di wilayah kerjanya dan memantau pelayanan KIA di wilayah desa berdasarkan data riil sasaran, dengan menggunakan PWS-KIA.
3.      Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mendukung pelaksanaan pelayanan KIA, termasuk pembinaan dukun bayi dan kader. Pembinaan wahana/forum peran serta masyarakat yang terkait melalui pendekatan kepada pamong dan tokoh setempat.

Fungsi bidan di desa
1.      Memberikan pelayanan kesehatan ibu.
2.      Memberikan pelayanan kesehatan balita.
3.      Memberikan pertolongan pertama atau pengobatan lanjutan pada kesakitan yang sering ditemukan atau menjadi masalah kesehatan setempat terutama pada ibu, balita, misalnya ISPA, diare, kecacingan, malaria di daerah endemis, pencegahan gondok di daerah endemis, dll.
4.      Mengelola pelayanan KIA dan upaya pendukungnya yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil.
5.      Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mendukung pelaksanaan pelayanan KIA.
6.      Membantu sasaran/individu dan keluarganya untuk meningkatkan hidup sehat secara mandiri.

C.    WEWENANG BIDAN DI DESA
Wewenang bidan yang bekerja di desa sama dengan wewenang yang diberikan kepada bidan lainnya. Hal ini diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/149/I/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

Pasal 8
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
a.       Pelayanan kebidanan
b.      Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
c.       Pelayanan kesehatan masyarakat

Pasal 9
(1)   Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan bayi.
(2)   Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, dan masa menyusui.
(3)   Pelayanan kebidanan kepada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan hari).

Pasal 10
(1)   Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi:
a.       Penyuluhan dan konseling;
b.      Pemeriksaan fisik;
c.       Pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
d.      Pertolongan persalinan normal;
e.       Pelayanan ibu nifas normal;

(2)   Pelayanan kebidanan kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) meliputi:
a.       Pemeriksaan bayi baru lahir
b.      Perawatan tali pusat
c.       Perawatan bayi
d.      Resusitasi pada bayi baru lahir
e.       Pemberian imunisasi bayi dalam menjalankan tugas pemerintah; dan
f.       Pemberian penyuluhan


Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a berwenang untuk:
a.       Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah;
b.      Bimbingan senam hamil;
c.       Episiotomi;
d.      Penjahitan luka episiotomi;
e.       Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
f.       Pencegahan anemi;
g.      Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
h.      Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
i.        Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j.        Pemberian minum dengan sonde/pipet;
k.      Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala tiga;
l.        Pemberian surat keterangan lahir;
m.    Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan.


Pasal  12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, berwenang untuk:
a.       Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b.      Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter;
c.       Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi;
d.      Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan
e.       Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.

Pasal 13
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a.       melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan bayi;
b.      melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan
c.       melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular  Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya  (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal  14
(1)   Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2)   Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(3)   Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(4)   Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.

Tugas bidan desa berdasarkan hasil survey dengan bidan Desa Cipanawar dan bidan Desa Cidahu kel. Cipageran kec. Cimahi utara Kota cimahi.
1.        Melaksanakan kegiatan KIA, Kesehatan Reproduksi, serta Kesehatan Masyarakat dan mengelola program KIA/KB
2.        Melakukan program kesehatan masyarakat yang di tetapkan oleh pihak Puskesmas, misalnya:
a.    Melakukan kegiatan pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA)
b.    Menggerakkan peran serta masyarakat dengan melaksanakan SMD dan MMD tiap 6 bulan sekali.
c.    Surveilans penyakit dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P2M) untuk mengurangi insidens penyakit menular sampai tingkat serendah-rendahnya dan mencegah dan membatasi wabah penyakit dengan mencari dan mendata penderita atau tersangka penderita secara pasif untuk dilaporkan ke Puskesmas.
d.   Melaksanakan Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
e.    Pendataan gizi Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil dalam rangka usaha untuk peningkatan gizi dengan memberikan kegiatan seperti penyuluhan gizi dan melaksanakan program perbaikan gizi yaitu program Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) di tiap-tiap RW berdasarkan laporan dari kader atau ketua RW.
f.     Pendidikan kesehatan masyarakat secara umum termasuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
g.    Membina hubungan lintas sektor (Peran Liaison)
            Bidan bekerja sama dengan beberapa pejabat pemerintahan, aparat desa, dan tokoh masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di desa.
1)      Sektor pendidikan : bekerjasama dalam penyampaian/ penyuluhan tentang infeksi menular seksual (IMS), kesehatan reproduksi, penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya  (NAPZA) serta penyakit lainnya, dan PHBS ke berbagai sekolah-sekolah.
2)      Sektor pertanian : bekerjasama dalam menangani permasalahan gizi buruk yang terjadi pada wanita hamil agar tidak mengganggu persalinannya atau wanita usia reproduksi dapat mempersiapkan kehamilan dan persalinan yang aman.
3)      Sektor agama : bekerjasama dengan KUA dalam penyampaian tentang perencanaan keluarga sehat misalnya tentang penggunaan KB terhadap pasangan usia subur yang akan menikah atau melakukan imunisasi TT sebagai calon pengantin, penyuluhan pada remaja tentang penididikan seks berdasarkan pandangan agama, etika, dan moral.
4)      Sektor pemerintah daerah : bekerjasama dalam pengumpulan massa dalam menjalankan kegiatan kesehatan lingkungan dengan membersihkan lingkungan secara bersama-sama, melakukan advokasi kepada pemimpin wilayah untuk mengajak masyarakatnya membentuk unit kesehatan masyarakat (UKM) seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Bersalin Desa (Polindes), dan Pos Binaan Terpadu (Posbindu), Tabulin, Dasolin.
5)      Bekerjasama dengan melakukan pendekatan pada tokoh masyarakat dalam usaha mengurangi praktik tradisional yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan anak.
h.    Melakukan pencatatan dan pelaporan yang dilakukan secara periodik (setiap bulan, triwulan, enam bulan dan tahunan) ke Puskesmas.
1)      PENCATATAN
Pencatatan dilakukan di berbagai jenjang dan dilaksanakan oleh kader dan tenaga kesehatan dengan menggunakan format baku yang telah ada.
Di Desa :
a)      Kader/Dasa Wisma: melaksanakan pencatatan pada saat atau segera setelah selesai kegiatan, yakni pada :
·         Buku KIA/KMS
·         Format 1 sampai dengan 5 pada Sistem Informasi Posyandu (SIP)
·         Formulir Waspada
b)      Fasilitator Masyarakat
·         Rencana dan hasil kegiatan
·         Peta Waspada
c)      Petugas Kesehatan di Desa
·         Rencana, dan laporan kegiatan
·         Kartu rekam medis
·         Buku KIA
·         Kohort

2)      PELAPORAN
Kader melaporkan dengan segera kepada petugas kesehatan (bidan desa) atau aparat desa di desa formulir waspada terutama bila menemukan masalah kesehatan, lingkungan,  dan perilaku masyarakat yang berisiko menyebabkan bencana/KLB dan kegawat daruratan.

3.       Pelatihan kader dan dukun bayi
Bidan desa melatih dan membimbing para kader posyandu di tiap-tiap RW dalam pengisian KMS, pendidikan kesehatan tentang PHBS, penyakit yang sering diderita bayi dan balita, seperti diare dan batuk, kesehatan reproduksi, dan pelaksanaan survey mawas diri. Dukun bayi biasanya membantu ibu masa nifas.
Menjalin kemitraan dengan dukun bayi atau paraji. Dengan demikian, persalinan bisa memenuhi persyaratan sterilitas dan aman. Dalam hal ini, dukun bayi atau paraji menjadi asisten bidan. Merangkul para dukun bayi atau paraji agar mau menjalin kerjasama dengan bidan dalam memberikan pertolongan persalinan sehingga jika terjadi komplikasi saat bersalin dapat dilakukan tindakan segera.
Selain itu di desa Cipanawar, biasanya dukun bayi ini membantu merawat bayi baru lahir, memandikan bayi, dan melakukan pijat bayi. Dalam hal ini, tugas bidan adalah melatih dukun bayi tentang tata cara memandikan bayi, mengenalkan pijat bayi yang sesuai dengan usia bayi agar dukun bayi memijat dengan benar dan bayi tidak kesakitan.
4.       Melakukan skrining dan deteksi dini pada wanita usia subur berkenaan dengan penyakit kanker payudara dan kanker serviks, serta skiring dan deteksi dini pada balita melalui pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

D.    MENJALANKAN TUGAS TAMBAHAN YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK.
Dalam menjalankan tugas tambahan yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak, seorang bidan harus mengacu pada kewenangannya yang tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan.
1.      Melaksanakan program kesehatan masyarakat berdasarkan kebijakan Puskesmas
A.    Program Perencanaan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
Masalah kesehatan ibu dan anak (KIA) menjadi perhatian khusus dalam setiap pelayanan kesehatan khususnya di Puskesmas. Program Perencanaan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker merupakan upaya terobosan percepatan penurunan angka kematian ibu, yang menjadi salah satu kegiatan Desa Siaga.
Terlaksananya pemasangan stiker P4K ini memiliki banyak tujuan dan manfaat, terutama untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu, sehingga setiap ibu dapat menjalani proses persalinan yang aman dan selamat.



Tujuan P4K dengan stiker :
1.      Terdatanya sasaran ibu hamil dan terpasangnya stiker P4K di rumah ibu hamil agar diketahui:
a.       Lokasi tempat tinggal ibu hamil
b.      Identitas ibu hamil
c.       Taksiran persalinan
d.      Penolong persalinan, pendamping persalinan dan fasilitas tempat persalinan
e.       Calon donor darah, transportasi yang akan digunakan serta pembiayaannya
2.      Adanya Perencanaan Persalinan termasuk pemakaian metode KB pasca melahirkan yang sesuai dan disepakati ibu hamil, suami, keluarga dan bidan.
3.      Terlaksananya pengambilan keputusan yang cepat dan tepat bila terjadi komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas.
4. Adanya hubungan dari tokoh masyarakat, kader dan dukun.
Manfaat P4K dengan stiker :
1.      Mempercepat berfungsinya desa siaga
2.      Meningkatnya cakupan pelayanan ANC sesuai standar
3.      Meningkatnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil.
4.      Meningkatnya kemitraan bidan dan dukun
5.      Tertanganinya kejadian komplikasi secara dini
6.      Meningkatnya peserta KB pasca melahirkan
7.      Terpantaunya kesakitan dan kematian ibu dan bayi
8.      Menurunnya kejadian kesakitan dan kematian ibu.

Pelaksanaan P4K
Di tingkat desa :
1.      Memanfaatkan pertemuan bulanan tingkat desa antara bidan desa, kader, dukun, kepala desa, tokoh masyarakat untuk mendata jumlah ibu hamil yang ada di wilayah desa serta membahas dan menyepakati calon donor darah, transport dan pembiayaan (asuransi kesehatan masyarakat miskin, tabungan ibu bersalin).
2.      Bidan di desa bersama kader dan/atau dukun melakukan kontak dengan ibu hamil, suami dan keluarga untuk sepakat dalam pengisian stiker termasuk pemakaian KB pasca salin.
3.      Pemasangan stiker di rumah.
4.      Suami, keluarga, kader dan dukun memantau secara intensif keadaan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar.
5.      Bidan melakukan pencatatan pada buku KIA sebagai pegangan ibu hamil dan di kartu kohort ibu untuk disimpan di polindes/puskesmas, memberikan pelayanan dan memantau ibu hamil serta melaporkan hasil pelayanan kesehatan ibu di wilayah desa (termasuk laporan dari dokter dan bidan praktek swasta di desa tersebut) ke puskesmas setiap bulan termasuk laporan kematian ibu, bayi lahir hidup dan bayi lahir mati.
Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan P4K, maka dibentuk wadah forum
komunikasi yang bersifat lintas program dan lintas sektor di berbagai tingkatan dan melibatkan masyarakat setempat.

B.     Tabulin dan Dasolin
·         Tabulin adalah tabungan yang dipersiapkan untuk persalinan yang dilakukan pada pasangan suami istri sedang Dasolin merencanakan dalam kehamilannya.
·         Dasolin adalah dana sosial untuk biaya persalinan yang dihimpun oleh masyarakat dan untuk masyarakat wilayah tersebut. Tabulin atau Dasolin merupakan wujud dari pembiayaan kesehatan.
·         Pembiayaan Kesehatan adalah upaya pembiayaan yang berasal dari oleh dan untuk masyarakat yang diselenggarakan berdasarkan atas gotong royong dalam rangka peningkatan kesehatan (meliputi promotif, preventif, koratif, rehabilitatif)dan berbagai kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan bencana dan kegawat daruratan kesehatan secara faktor resiko.

Langkah-langkah perlu diperhatikan :
b.      Pengalokasian / pemanfaatan pembiayaan kesehatan
c.       Identifikasi sumber dana yang sudah ada dan yang akan dikembangkan
d.      Cara pengelolaan dan pembelajaran perlu kejelasan dalam hal mekanisme pengumpulan dana, kesempatan pengelolaan dan sistem kontrak.
e.       Kesiapan keluarga dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan kesehatan yang telah dan akan dikembangkan

Indikator keberhasilan pembiayaan kesehatan
a.       Dana terhimpun, masyarakat yang berpartisipasi dalam pembiayaan kesehatan masyarakat
b.      Pengalokasian tepat sasaran sesuai berbagai kebutuhan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif)
c.       Pengelolaan dan pemanfaatan tertib, mudah, lancar
d.      Berkesinambungan kegiatan

Tabulin atau tabungan ibu bersalin merupakan bagian dari program yang ada, dimana Ikatan Bidan Indonesia (IBI) selaku mitra Depkes dan BKKBN turut membina masyarakat untuk sosialisasi program ini. Selain itu untuk biaya melahirkan, Tabulin juga bisa dipakai sebagai penunjang biaya pasca persalinan. Beragam penyuluhan yang menjadi program penting dalam siaga ini, karena dalam penyuluhan warga selalu diingatkan akan biaya kehamilan akan 3 terlambat, yaitu terlambat mengenai tanda bahaya diawal, terlambat sampai RS dan terlambat mendapat pertolongan bidan / dokter. Juga bahaya 4 terlalu yaitu : terlalu sering, terlalu muda, terlalu tua,terlalu banyak. Yang merupakan faktor resiko terjadinya komplikasi persalinan.
Sebelum ada desa siaga sudah dimulai dengan tabungan Ibu bersalin (Tabulin). Jadi kita menerangkan ke Ibu hamil dan keluarganya, meskipun kaya. Justru orang kaya tersebut memberikan contoh kepada orang-orang yang tidak mampu untuk menabung. Dan Ibu hamil di berikan buku yang dibawa setiap pemeriksaan.
Mekanisme Tabulin
Tabungan itu terbentuk berdasarkan Rw. atau Posyandu. Bila posyandunya empat, maka tabungannya ada empat didesa itu. Sedankan Dasolin (Dana Sosial / Bersalin) mekanismenya yaitu, masyarakatyg pasang usia subur juga Ibu yang mempunyai balita dianjurkan menabung, yang kegunaannya untuk membantu ibu saat hamil lagi.
Adapun manfaat dari tabulin antara lain :
·         Sebagai tabungan / simpanan itu yang digunakan untuk biaya persalinan atau sesudah persalinan
·         Ibu dan keluarga tidak merasa terbebani terhadap biaya persalinan.

C.     Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)
KADARZI adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan:
1)      Menimbang berat badan secara teratur.
2)      Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampaI umur enam bulan (ASI eksklusif).
3)      Makan beraneka ragam.
4)      Menggunakan garam beryodium.
5)      Minum suplemen gizi sesuai anjuran

Strategi Promosi KADARZI
Strategi dasar KADARZI adalah pemberdayaan keluarga dan masyarakat,Bina Suasana dan Advokasi yang didukung oleh Kemitraan. Berikut adalah penjelasan masing-masing strategi, yaitu:
1.      Gerakan Pemberdayaan Masyarakat
Adalah proses pemberian informasi KADARZI secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran di berbagai tatanan, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar gizi, dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku sadar gizi. Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah individu, keluarga dan kelompok masyarakat.
2.      Bina Suasana
Adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu, keluarga dan kelompok masyarakat untuk mau melakukan perilaku KADARZI. Seseorang akan terdorong untuk melakukan perilaku sadar gizi apabila lingkungan sosial dimana dia berada (keluarga di rumah, orang-orang menjadi panutan, idolanya, majelis agama, dan lain-lain) memiliki opini yang positif terhadap perilaku sadar gizi. Bina suasana perlu dilakukan karena akan mendukung proses pemberdayaaan masyarakat khususnya dalam upaya mengajak para individu dan keluarga dalam penerapan perilaku sadar gizi.
3.      Advokasi
Adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Advokasi diarahkan untuk menghasilkan kebijakan yang mendukung peningkatan penerapan KADARZI. Kebijakan publik di sini dapat mencakup peraturan perundangan di tingkat nasional maupun kebijakan di daerah seperti Peraturan Daerah (PERDA), Surat Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota, Peraturan Desa dan lain sebagainya.
4.      Kemitraan
Gerakan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan dukungan kemitraan. Kemitraan KADARZI adalah suatu kerja sama yang formal antara individu-individu,kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai peningkatan KADARZI. Kemitraan KADARZI berlandaskan pada 3 prinsip dasar yaitu: Kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan antarmitra.

Tahapan Program KADARZI
1.      Tahun Pertama dan Kedua
  • Pesan utama : Pengenalan KADARZI dengan fokus pesan pada pemberian ASI Eksklusif dan menimbang berat badan secara teratur.
  • Pesan tambahan : 3 Perilaku KADARZI lainnya.
  • Keuntungan dalam pesan:
a.       Manfaat ASI bagi kesehatan Ibu dan Anak.
b.      Manfaat ASI untuk membangun kedekatan dan jalinan kasih saying ibu dan anak.
c.       Pemberian ASI yang memiliki dasar agama.
d.      Pengakuan sosial untuk Ayah yang memastikan ASI.
e.       Menimbang bayi dan balita sebagai perilaku mudah dan bermanfaat.
f.       Pengakuan sosial pada Ibu yang menimbang bayi dan balita sebagai ibu yang penuh perhatian.

2.      Tahun Ketiga
  • Pesan utama : Makan aneka ragam makanan.
  • Pesan tambahan : 4 Perilaku KADARZI lainnya.
  • Keuntungan dalam pesan:
a.       Manfaat makan aneka ragam makanan bagi kesehatan.
b.      Menunjukkan bahwa makan beranekaragam tidak berarti mahal
c.       Pengakuan sosial bagi keluarga yang bisa menyediakan makanan beraneka ragam.
3.      Tahun Keempat
  • Pesan utama : Konsumsi Garam Beryodium.
  • Pesan tambahan : 4 Perilaku KADARZI lainnya.
  • Keuntungan dalam pesan:
a.       Manfaat yodium untuk kesehatan.
b.      Manfaat yodium bagi kecerdasan anak.
c.       Perlunya konsumen untuk memeriksa keaslian garam beryodium.
d.      Perlunya pedagang eceran untuk memeriksa keaslian garam beryodium.
4.      Tahun Kelima
  • Pesan utama : Minum suplemen gizi (Tablet Tambah Darah, Kapsul Vitamin A)
  • Pesan tambahan : 4 perilaku KADARZI lainnya.
  • Keuntungan dalam pesan:
a.       Manfaat suplemen gizi bagi kesehatan.
b.      Kapan saja waktu membutuhkan suplemen gizi.

Saluran Pesan
a.       Media massa: televisi, radio, koran/majalah/tabloid dan film.
b.      Media cetak: billboard, baliho, spanduk, umbul-umbul atau poster.
c.       Kegiatan Hubungan Masyarakat (Public Relations), seperti:
         Rekrutmen champion KADARZI dari kalangan selebritis dan tokoh nasional.
         Soft dan grand launching Promosi KADARZI.
         Fasilitasi penyediaan akses ke media untuk champion KADARZI.
         Penyelenggaraan rangkaian event.

2.      Pelayanan kesehatan pada wanita sepanjang daur kehidupannya.
Perempuan mempunyai kebutuhan khusus dibandingkan laki-laki karena kodratnya untuk haid, hamil, melahirkan, menyusui, dan mengalami menopause, sehingga memerlukan pemeliharaan kesehatan yang lebih intensif selama hidupnya.  Ini berarti bahwa pada masa-masa kritis, seperti pada saat kehamilan, terutama sekitar persalinan, diperlukan perhatian khusus terhadap perempuan.

Skrining dan deteksi dini pada wanita usia reproduksi
Skrining kesehatan reproduksi sangat bermanfaat bagi wanita hamil maupun tidak hamil. Organ reproduksi memegang peran penting dalam proses kelanjutan keturunan ataupun tumbuh kembang janin. Organ reproduksi tumbuh dari bawah hingga atas, terdiri atas vagina, leher rahim, uterus, tuba fallopi (saluran telur) dan indung telur. Semua organ reproduksi ini harus dalam keadaan sehat dan bersih. Bukan hanya untuk mempersiapkan janin yang sehat, tetapi juga agar terhindar dari penyakit-penyakit yang mengancam organ-organ reproduksi misalnya kanker leher rahim. Ada beberapa skrening dan deteksi dini pada wanita usia reproduksi yaitu:

1. Skrining dan Deteksi Dini Kanker payudara
Kejadian kanker payudara menduduki posisi kedua terbanyak di dunia. Menurut WHO, 8 – 9 % wanita usia reproduksi akan mengalami kanker payudara. Faktor-faktor yang berpengaruh terjadinya kanker payudara antara lain :
  1. Gaya hidup
  2. Genetik yang diyakini dapat menyebabkan seseorang beresiko lebih tinggi terkena kanker
  3. Bahan-bahan kimiawi dalam makanan
  4. Terpapar polusi
  5. Kurang berolahraga
Remaja sangat rentan terkena resiko tumor pada payudara, biasa disebut dengan Fibro Adenoma Mama (FAM). Oleh karena itu, sebagai bidan kita harus mampu melakukan deteksi dini dan skrining kanker payudara.
Deteksi dini yang dapat kita lakukan adalah dengan memberikan penyuluhan pada wanita usia subur dan kampanye untuk dapat memberikan wawasan mengenai bahaya kanker payudara, serta penyuluhan tentang deteksi dini kanker payudara dengan teknik Periksa Payudara Sendiri (SADARI). Deteksi dini dapat menekan angka kematian sebesar 25 – 30%.
Tindakan SADARI sangat penting karena hampir 85% benjolan di payudara ditemukan oleh penderita sendiri. Pada wanita normal, American Cancer Society menganjurkan wanita yang berusia di atas 20 tahun untuk melakukan SADARI setiap tiga bulan.
Sedangkan skrining kanker payudara dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinik dan Mammografi. Skrining ini disarankan pada wanita usia 35–40 tahun melakukan mamografi, di atas 40 tahun melakukan check up pada dokter ahli, lebih dari 50 tahun check up rutin dan mamografi setiap tahun, dan bagi wanita yang berisiko tinggi pemeriksaan dokter lebih sering dan rutin.
SADARI (Periksa payudara Sendiri atau Breast Self Exam-ination). Semua wanita di atas usia 20 tahun sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan sehabis menstruasi dan segera periksakan diri ke dokter bila ditemukan benjolan.
Asuhan kebidanan
  1. Mendeteksi kemungkinan munculnya penyakit ini dan kemudian melakukan rujukan jika diperlukan dan apabila bidan mencurigai adanya neoplasma, klien akan menjalani beberapa langkah awal diagnostik. Setiap massa yang dicurigai atau yang tidak teridentifikasi membutuhkan pengkajian lanjutan dan terapi yang sesuai.
  2. Menganjurkan untuk melakukan SADARI. Waktu terbaik untuk melakukan SADARI adalah pada hari terakhir menstruasi, pada saat payudara tidak lagi membengkak atau nyeri tekan karena peningkatan hormon. Jika wanita tersebut sudah menopause, ia harus memeriksa payudaranya pada waktu yang sama setiap bulannya. Wanita hamil juga harus memeriksak payudaranya setiap bulan.
  3. Memberikan support fisik maupun psikologis pada ibu.
  4. Melakukan kolaborasi dengan dokter.
  5. Melakukan rujukan ke RS untuk penanganan lebih lanjut.



2. Skrining dan Deteksi Dini Ca. Cerviks dengan IVA Test
Kanker leher rahim atau kanker serviks merupakan kanker yang paling sering terjadi pada wanita setelah kanker payudara. Di Indonesia insiden kanker servik pada tahun 1998 sebanyak 3.686 kasus atau sekitar 17,85 % dari semua kasus kejadian kanker pada wanita.
Untuk mendeteksi kanker servik pada stadium dini, dapat dilakukan melalui pemeriksaan . pap smear atau dengan metode IVA test.
Pemeriksaan IVA diperkenalkan Hinselman 1925. Organisasi Kesehatan Dunia WHO meneliti IVA di India, Muangthai, dan Zimbabwe. Ternyata efektivitasnya tidak lebih rendah daripada tes Pap. Di Indonesia IVA sedang dikembangkan dengan melatih tenaga kesehatan, termasuk bidan. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia semakin diperparah disebabkan lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit berada pada stadium lanjut. Beberapa negara maju telah berhasil menekan jumlah kasus kanker serviks, baik jumlah maupun stadiumnya. Pencapaian tersebut terutama berkat adanya program skrining massal antara lain dengan Tes Pap. Namun di Indonesia kebijakan penerapan program skrining kanker serviks kiranya masih tersangkut dengan banyak kendala, antara lain luasnya wilayah dan juga kurangnya sumber daya manusia sebagai pelaku skrining, khususnya kurangnya tenaga ahli patologi anatomik/sistologi dan stafnya, teknisi sitologi/skriner. Pengobatan kanker serviks pada stadium lebih dini, hasilnya lebih baik, mortalitas akan menurun, dengan masalah yang begitu kompleks, timbul gagasan untuk melakukan skrining kanker serviks dengan metode yang lebih sederhana, antara lain yaitu dengan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).
IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan cara inspeksi visual pada serviks dengan aplikasi asam asetat (IVA). Dengan metode inspeksi visual yang lebih mudah, lebih sederhana, lebih mampu laksana, maka skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas, diharapkan temuan kanker serviks dini akan bisa lebih banyak. Kanker serviks mengenal stadium pra-kanker yang dapat ditemukan dengan skrining sitologi yang relatif murah, tidak sakit, cukup akurat; dan dengan bantuan kolposkopi, stadium ini dapat diobati dengan cara-cara konservatif seperti krioterapi, kauterisasi atau sinar laser, dengan memperhatikan fungsi reproduksi.
Sistem kesehatan di seluruh dunia berbeda-beda, namun perencanaan skrining harus sejalan dengan pelayanan kesehatan lainnya dan dengan kerjasama antar program. Idealnya program skrining merupakan bagian dari pelayanan kesehatan kanker yang dikembangkan dalam struktur pelayanan kesehatan umum.
Di semua negara tempat program ini telah dilaksanakan 20 tahun atau lebih, angka kejadian kanker serviks dan angka kematian karenanya turun sampai 50-60%. Tidak dapat disangkal bahwa sejak dilakukan skrining massal terdapat peningkatan yang nyata dalam penentuan lesi prakanker serviks, sehingga dapat menurunkan insidens kanker serviks. Meskipun telah sukses mendeteksi sejumlah besar lesi prakanker, namun sebagian program yang dijalankan belum dapat dikatakan berhasil.
Hasil yang kurang memadai agaknya disebabkan beberapa faktor, antara lain tidak tercakupnya golongan wanita yang mempunyai risiko (high risk group) dan teknik pengambilan sampel untuk pemeriksaan sitologi yang salah.
Pemecahan masalah yang menyangkut golongan wanita dengan risiko tinggi dan teknik pengambilan sampel, berkaitan dengan strategi program skrining, serta peningkatan kemampuan laboratorium. Pengadaan laboratorium sentral sangat bermanfaat untuk pengendalian kualitas (quality control) terhadap pemeriksaan sitologi. Masalah lain dalam usaha skrining kanker serviks ialah keengganan wanita diperiksa karena malu.
Penyebab lain ialah kerepotan, keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan, takut terhadap kenyataan hasil pemeriksaan yang akan dihadapi, ketakutan merasa sakit pada pemeriksaan, rasa segan diperiksa oleh dokter pria atau pun bidan dan kurangnya dorongan keluarga terutama suami.
Banyak masalah yang berkaitan dengan pasien dapat dihilangkan melalui pendidikan terhadap pasien dan hubungan yang baik antara dokter/bidan. Di samping itu, inovasi skrining kanker serviks dalam pelayanan kesehatan masyarakat dapat dilakukan bersamaan. Interval pemeriksaan sitologi (screening interval) merupakan hal lain yang penting dalam metode skrining. Strategi program skrining kanker serviks harus memperhatikan golongan usia yang paling terancam (high risk group), perjalanan alamiah penyakit (natural history) dan sensitivitas tes Pap. The American Cancer Society menyarankan pemeriksaan ini dilakukan rutin pada wanita yang tidak menunjukkan gejala, sejak usia 20 tahun atau lebih, atau kurang dari 20 tahun bila secara seksual sudah aktif. Pemeriksaan dilakukan 2 kali berturut-turut dan bila negatif, pemeriksaan berikutnya paling sedikit setiap 3 tahun sampai berusia 65 tahun. Pada wanita risiko tinggi atau pernah mendapat hasil abnormal harus diperiksa setiap tahun. Frekuensi yang lebih sering tidak menambah faedah.
Kanker Leher Rahim merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi pada perempuan. Terdapat paling banyak pada perempuan berusia 31-60 tahun. Banyak menyebabkan kematian karena terlambat ditemukan & diobati.
Gejala Kanker Leher Rahim
1. Tahap awal tanpa gejala,tidak sakit
2. Tahap lanjut :
a. Keputihan yang berbau
b. Pendarahan dari liang senggama
c. Pendarahan setelah senggama
d. Nyeri panggul
e. Pendarahan pasca menopause


Faktor risiko kanker leher rahim :
a. Hubungan seksual pada usia muda
b. Berganti-ganti pasangan seksual
c. Kurang menjaga kebersihan daerah kelamin
d. Sering menderita infeksi daerah kelamin
e. Anak lebih dari tiga
f. Kebiasaan merokok
g. Infeksi virus Herpes dan Human Papilloma Virus tipe tertentu
Dengan begitu banyaknya angka kejadian kanker serviks, sepatutnya bidan sebagai tenaga kesehatan terdepan dalam kesehatan wanita, ikut serta dalam menurunkan angka kejadian kanker serviks dengan metode yang sederhana yaitu IVA tes.

Metode Skrining IVA Test
Kelebihan IVA Test :
1.      Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.
2.      Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah
3.      Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
4.      Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu atau dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
5.      Alat-alat yang dibutuhkan dan Teknik pemeriksaan sangat sederhana.
6.      Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana
Persyaratan IVA TEST :
1.      Sudah pernah melakukan hubungan seksual
2.      Tidak sedang datang bulan/haid
3.      Tidak sedang hamil
4.      24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Pelaksanaan skrining IVA
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut:
1. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
2. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi.
3. Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks
4. Spekulum vagina
5. Asam asetat (3-5%)
6. Swab-lidi berkapas
7. Sarung tangan

Teknik IVA Dengan spekulum melihat serviks yang dipulas dengan asam asetat 3-5%. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white epithelum Dengan tampilnya porsio dan bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan biopsi. Andaikata penemuan tes IVA positif oleh bidan, maka di beberapa negara bidan tersebut dapat langsung melakukan terapi dengan cryosergury. Hal ini tentu mengandung kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan lesi invasif.
Kategori pemeriksaan IVA Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
1.      IVA negatif    = Serviks normal
2.      IVA radang     = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).
3.      IVA positif     = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium) pada sambungan skuamosa kolumner (SSK). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
4.      IVA-Kanker serviks
Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini.


3.      Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang digagas oleh WHO dan UNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan melakukan penilaian, membuat klasifikasi serta memberikan tindakan kepada anak terhadap penyakit-penyakit yang umumnya mengancam jiwa. MTBS bertujuan untuk meningkatkan keterampilan petugas, memperkuat sistem kesehatan serta meningkatkan kemampuan perawatan oleh keluarga dan masyarakat yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1999. MTBS dalam kegiatan di lapangan khususnya di Puskesmas merupakan suatu sistem yang mempermudah pelayanan serta meningkatkan mutu pelayanan. MTBS merupakan suatu sistem, yang terdiri dari :
1.      Input
Balita sakit datang bersama keluarga diberikan status pengobatan dan formulir MTBS. Tempat dan petugas : Loket, petugas kartu
2.      Proses
a.       Balita sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS.
b.      Memeriksa berat dan suhu badan.
c.       Apabila batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan dinding dada dan mendengar stridor.
d.      Apabila diare selalu memeriksa kesadaran balita, mata cekung, memberi minum anak untuk melihat apakah tidak bias minum atau malas dan mencubit kulit perut untuk memeriksa turgor.
e.       Selalu memeriksa status gizi, status imunisasi dan pemberian kapsul Vitamin A.  Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS)
3.      Output
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian terapi dan konseling berupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang, nasehat kapan harus kembali segera. Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan, imunisasi, Konseling cara perawatan di rumah. Rujukan diperlukan jika keadaan balita sakit membutuhkan rujukan.
Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS).

Pemeriksaan balita sakit ditangani oleh tim yang dipimpin oleh pengelola MTBS yang berfungsi sebagai case manager. Pemilihan case manager oleh pimpinan Puskesmas berdasarkan pertimbangan pernah mengikuti pelatihan dan sanggup untuk mengelola MTBS. Dalam Keseharian pengelola bertanggung jawab kepada coordinator KIA Puskesmas. Case manager bertanggung jawab melakukan pemeriksaan dari penilaian, membuat klasifikasi, mengambil tindakan serta melakukan konseling dengan dipandu buku bagan dan tercatat dalam formulir pemeriksaan.
Case manager bertanggung jawab mengelola kasus balita sakit apabila memerlukan konseling gizi, kesehatan lingkungan, serta imunisasi, petugas dapat meminta petugas yang bersangkutan muntuk memberikan konseling. Sesudah mendapatkan konseling maka dilakukan penulisan resep serta penjelasan agar pengantar mematuhi perintah yang diberikan dalam pengobatan di rumah. Konseling mengenai cara pemberian obat, dosis, lama pemberian, waktu pemberian, cara pemberian dan lain-lain menjadi hal yang rutin dilakukan. Hasil kegiatan pemeriksaan dicatat dalam register kunjungan, kemudian direkap setiap akhir bulan untuk laporan MTBS kepada Dinkes.
Adanya tim sangat mendukung praktik MTBS. Tim yang dipimpin oleh seorang case manager apabila menemukan masalah maka mengkonsulatasikannya kepada koordinator KIA yang selanjutnya dikonsultasikan kepada pimpinan Puskesmas. Dalam hal konseling case manager mendistribusikan tugas pada petugas yang berhubungan dengan masalah konseling yang dilakukan. Kejelasan tugas dalam pembagian kerja menyebabkan penanganan kasus lebih efektif. Selain itu adanya fleksibelitas dalam tim memungkinkan petugas lain juga diharapkan mampu memberikan konseling lain apabila petugas yang bersangkutan tidak ada sehingga praktik MTBS tetap berjalan.
Pemberian konseling menjadi unggulan dan sekaligus pembeda dengan pelayanan balita sakit tanpa melakukan praktik MTBS. Dengan pemberian konseling diharapkan pengantar atau ibu pasien mengerti penyakit yang diderita, cara penanganan di rumah, memperhatikan perkembangan penyakit anaknya sehingga mampu mengenali kapan harus segera membawa anaknya ke petugas kesehatan serta diharapkan memperhatikan tumbuh kembang anak dengan cara memberikan makanan sesuai umurnya. Semua pesan tersebut tercermin dalam Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang biasanya diberikan setelah ibu atau pengantar balita sakit mendapatkan konseling ini untuk menjadi pengingat pesan-pesan yang disampaikan serta pengingat cara perawatan di rumah.
Keterpaduan pelayanan yang dilakukan praktik MTBS menunjukan suatu kerja tim yang kompak dan fleksibel dengan dipandu buku panduan atau formulir MTBS menggambarkan bahwa MTBS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar